
Tuesday, January 6, 2009
at
7:30 AM
|
Mempersiapkan
Masih sama seperti sebelumnya, Tantri mendaftar sebagai pendidik atau guru Bahasa Inggris untuk SLB (Sekolah Luar Biasa) setingkat Sekolah Menengah Pertama. Setelah mendaftar, Tantri pu mempersiapkan diri untuk mengikuti ujian.
Ia pun memulainya dengan membaca buku dan mempelajari soal-soal CPNS tahun-tahun sebelumnya. Karena materi yang diujikan pada tahun-tahun sebelumnya sama. Yaitu seputar kepegawaian, Undang-undang Dasar, sejarah, GBHN, dan pengetahuan umum.
Cara yang dipakai Tantri untuk belajar cukup unik. Soal-soal tersebut dibacakan oleh saudaranya, atau salah seorang teman, kemudian direkam dalam sebuah kaset yang nantinya dapat ia putar sewaktu-waktu untuk dipakainya belajar.
“Saya mencari jawabannya dengan cara serupa. Saudara atau teman membaca literature-literatur yang diujikan, lantas saya rekam. Kemudian, saya dengar berulang kali untuk mencari jawabannya,” terangnya. Pelaksanaan ujian pun berbeda dengan para peserta lainnya. Bagi peyandang tuna netra disediakan tempat khusus. Saat pelaksanaan ujian di Kodam V Brawijaya, Tantri merasa sedikit cemas. Karena pendikte naskah soal disediakan langsung oleh penyelenggara ujian.
“Sempat khawatir, karena pendikte dari sana. Saya takutnya, mereka belum terbiasa mendiktekan tuna netra. Alhamdulillah, kekhawatiran saya tidak terbukti. Semuanya lancar, katanya.
Walhasil, dari 100 soal pilihan ganda dengan waktu ujian 2 jam, Tantri mampu menyelesaikan dengan cepat. Bahkan, waktu yang disediakan masih tersisa dan bisa ia gunakan untuk memeriksa kembali. “Apapun hasilnya bukan persoalan buat saya. Yang penting, saya dan teman-teman senasib sudah diberi kesempatan,” tukas Tantri, dengan tersenyum.
Ya, kesempatanlah yang dicari Tantri dan teman-teman senasibnya. Sebenarnya, merekapun tak ingin mendapatkan cacat fisik. Tapi, takdirlah yang menentukan. Dan takdir yang mengubah jalan hidup Tantri terjadi pada pertengahan Juli 1988 lalu.
Diungkapkannya, saat terserempet mobil, ia jatu terjerambab dengan sepeda pancalnya. Dia, tak mengalami luka sampai parah, namun kemudian, penglihatannya mulai kabur. Diantar orangtuanya, ia periksa ke dokter mata. Ternyata, dokter menyarankan mata Tantri dioperasi.
“Sampai sekarang saya tak tahu persis penyebab kebutaan saya. Tapi kata orang tua saya kemungkinan karena kecelakaan itu,” terangnya. Meskik menjalani operasi sebanyak 3 kali di RSU dr Soetomo, penglihatan Tantri semakin kabur. Sampai akhirnya mengalami kebutaan total. Tantri menyebut, almarhumah ibundanyalah yang sangat membantu melewati masa-masa awal yang sangat sulit itu.
Akibat kebutaan itu, Tantri pindah ke SMPLB (Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa) di Yayasan Pendidikan Anak-anak Buta (YPAB). Karena Tantri merupakan murid yang pintar, guru-guru di YPAB pun mengusahakn agar Tantri bisa masuk ke sekolah umum tingkat SMU. Perjuangan keras Tantri membuahkan hasil. Ia diterima si SMU Negeri 18 Surabaya.
Diterima Aktivitas belajar-mengajar pun tak berbeda, ruang kelas pun sama. Cuma, ia merekam semua materi yang diterangkan oleh gurunya dalam kaset untuk didengarkan kembali di rumah. Jika ada tugas dan ulangan, ia menggunakan mesin tik manual. Kalau ujian, gurunyalah yang membacakan soal-soalnya.
Selepas SMU, Tantri ingin melanjutkan ke perguruan tinggi. Tak disangka, seorang yang berkebutuhan khusus bisa diterima di Universitas Negeri Surabaya (UNESA) jurusan Bahasa Inggris. Ia pun segera mendaftarkan diri ke panitia UMPTN. Namun, saat akan mengikuti UMPTN, Tantri kembali mendapat ujian. Ibunya meninggal dunia karena sakit.
Beruntung, Tantri mempunyai keluarga yang terus memompa semangatnya. Tantri pun diterima di UNESA. Di Universitas, cara belajarnya sama dengan di SMU. Prestasi pun di ukir Tantri. Ia diwisuda dengan Indeks Prestasi Kumulatif yang memuaskan, 3,11. Selain kuliah, Tantri juga jadi pengajar di YPAB.
Masih sama seperti sebelumnya, Tantri mendaftar sebagai pendidik atau guru Bahasa Inggris untuk SLB (Sekolah Luar Biasa) setingkat Sekolah Menengah Pertama. Setelah mendaftar, Tantri pu mempersiapkan diri untuk mengikuti ujian.
Ia pun memulainya dengan membaca buku dan mempelajari soal-soal CPNS tahun-tahun sebelumnya. Karena materi yang diujikan pada tahun-tahun sebelumnya sama. Yaitu seputar kepegawaian, Undang-undang Dasar, sejarah, GBHN, dan pengetahuan umum.
Cara yang dipakai Tantri untuk belajar cukup unik. Soal-soal tersebut dibacakan oleh saudaranya, atau salah seorang teman, kemudian direkam dalam sebuah kaset yang nantinya dapat ia putar sewaktu-waktu untuk dipakainya belajar.
“Saya mencari jawabannya dengan cara serupa. Saudara atau teman membaca literature-literatur yang diujikan, lantas saya rekam. Kemudian, saya dengar berulang kali untuk mencari jawabannya,” terangnya. Pelaksanaan ujian pun berbeda dengan para peserta lainnya. Bagi peyandang tuna netra disediakan tempat khusus. Saat pelaksanaan ujian di Kodam V Brawijaya, Tantri merasa sedikit cemas. Karena pendikte naskah soal disediakan langsung oleh penyelenggara ujian.
“Sempat khawatir, karena pendikte dari sana. Saya takutnya, mereka belum terbiasa mendiktekan tuna netra. Alhamdulillah, kekhawatiran saya tidak terbukti. Semuanya lancar, katanya.
Walhasil, dari 100 soal pilihan ganda dengan waktu ujian 2 jam, Tantri mampu menyelesaikan dengan cepat. Bahkan, waktu yang disediakan masih tersisa dan bisa ia gunakan untuk memeriksa kembali. “Apapun hasilnya bukan persoalan buat saya. Yang penting, saya dan teman-teman senasib sudah diberi kesempatan,” tukas Tantri, dengan tersenyum.
Ya, kesempatanlah yang dicari Tantri dan teman-teman senasibnya. Sebenarnya, merekapun tak ingin mendapatkan cacat fisik. Tapi, takdirlah yang menentukan. Dan takdir yang mengubah jalan hidup Tantri terjadi pada pertengahan Juli 1988 lalu.
Diungkapkannya, saat terserempet mobil, ia jatu terjerambab dengan sepeda pancalnya. Dia, tak mengalami luka sampai parah, namun kemudian, penglihatannya mulai kabur. Diantar orangtuanya, ia periksa ke dokter mata. Ternyata, dokter menyarankan mata Tantri dioperasi.
“Sampai sekarang saya tak tahu persis penyebab kebutaan saya. Tapi kata orang tua saya kemungkinan karena kecelakaan itu,” terangnya. Meskik menjalani operasi sebanyak 3 kali di RSU dr Soetomo, penglihatan Tantri semakin kabur. Sampai akhirnya mengalami kebutaan total. Tantri menyebut, almarhumah ibundanyalah yang sangat membantu melewati masa-masa awal yang sangat sulit itu.
Akibat kebutaan itu, Tantri pindah ke SMPLB (Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa) di Yayasan Pendidikan Anak-anak Buta (YPAB). Karena Tantri merupakan murid yang pintar, guru-guru di YPAB pun mengusahakn agar Tantri bisa masuk ke sekolah umum tingkat SMU. Perjuangan keras Tantri membuahkan hasil. Ia diterima si SMU Negeri 18 Surabaya.
Diterima Aktivitas belajar-mengajar pun tak berbeda, ruang kelas pun sama. Cuma, ia merekam semua materi yang diterangkan oleh gurunya dalam kaset untuk didengarkan kembali di rumah. Jika ada tugas dan ulangan, ia menggunakan mesin tik manual. Kalau ujian, gurunyalah yang membacakan soal-soalnya.
Selepas SMU, Tantri ingin melanjutkan ke perguruan tinggi. Tak disangka, seorang yang berkebutuhan khusus bisa diterima di Universitas Negeri Surabaya (UNESA) jurusan Bahasa Inggris. Ia pun segera mendaftarkan diri ke panitia UMPTN. Namun, saat akan mengikuti UMPTN, Tantri kembali mendapat ujian. Ibunya meninggal dunia karena sakit.
Beruntung, Tantri mempunyai keluarga yang terus memompa semangatnya. Tantri pun diterima di UNESA. Di Universitas, cara belajarnya sama dengan di SMU. Prestasi pun di ukir Tantri. Ia diwisuda dengan Indeks Prestasi Kumulatif yang memuaskan, 3,11. Selain kuliah, Tantri juga jadi pengajar di YPAB.
Posted by
computer online
Labels:
Kisah
0 comments:
Post a Comment